Ficky Adja
General Psychology The University Of Petroleum
Makrab fak. psikologi
Rabu, 19 Oktober 2016
Selasa, 11 Oktober 2016
fiki : ringkasan artikel kompas 7 oktober
Minggu, 29 Mei 2016
Gangguan Obsessive Compulsive Disorder (OCD)
- Genetik - (Keturunan). Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD (Obsesif Compulsive Disorder).
- Organik – Masalah organik seperti terjadi masalah neurologi dibagian - bagian tertentu otak juga merupakan satu faktor bagi OCD. Kelainan saraf seperti yang disebabkan oleh meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu penyebab OCD.
- Kepribadian - Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung mendapat gangguan OCD. Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mudah mengalah.
- Pengalaman masa lalu - Pengalaman masa lalu/lampau juga mudah mencorakkan cara seseorang menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD.
- Gangguan obsesif-kompulsif erat kaitan dengan depresi atau riwayat kecemasan sebelumnya. Beberapa gejala penderita obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan
- Konflik - Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja, keyakinan diri.
- Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home, kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih dianggap lemah namun masih dapat diperhitungkan)
- Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis dan singulum.
- Individu yang memilki intensitas stress yang tinggi
- Riwayat gangguan kecemasan
- Depresi
- Individu yang mengalami gangguan seksual
- Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan.
- Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil.
- Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya.
- Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.
- Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan.
- Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh individu dan berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil.
- Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya.
- Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terus-menerus dalam beberapa kali setiap harinya.
- Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan dalam diri penderita dan menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau secara signifikan mengganggu fungsi normal seseorang, atau kegiatan sosial atau suatu hubungan dengan orang lain.
- Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan berulang seperti mencuci tangan & melakukan pengecekan dengan maksud tertentu.
- Membersihkan atau mencuci tangan
- Memeriksa atau mengecek
- Menyusun
- Mengkoleksi atau menimbun barang
- Menghitung atau mengulang pikiran yang selalu muncul (obsesif)
- Takut terkontaminasi penyakit/kuman
- Takut membahayakan orang lain
- Takut salah
- Takut dianggap tidak sopan
- Perlu ketepatan atau simetri
- Bingung atau keraguan yang berlebihan.
- Mengulang berhitung berkali-kali (cemas akan kesalahan pada urutan bilangan)
Sabtu, 28 Mei 2016
mengenal alat tes psikologi
Senin, 28 Desember 2015
jurnal kepuasan kerja
PSIKOLOGI MANAJEMEN & ORGANISASI
JURNAL KEPUASAN KERJA
Fiki Fatimah
TEMA : Imbalan Dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Binaniaga Vol 01 No 1 Tahun 2005)
DETAIL JURNAL :
1. Jumlah kehadiran pegawai atau jumlah kemangkiran.
2. Perasaan senang atau tidak senang dalam melaksanakan pekerjaan.
3. Perasaan adil atau tidak adil dalam menerima imbalan.
4. Suka atau tidak suka dengan jabatan yang dipegangnya.
5. Sikap menolak pekerjaan atau menerima dengan penuh tanggung jawab.
6. Tingkat motivasi para pegawai yang tercermin dalam perilaku pekerjaan.
7. Reaksi positif atau negatif terhadap kebijakan organisasi.
8. Unjuk rasa atau perilaku destruktif lainnya.
9. Kondisi psikologis yang menyangkut tingkat kepuasan umum para pegawaI dalam melaksanakan pekerjaan atau menerima tugas yang dibebankan kepadanya. Oleh karena itu dalam penelitian perlu melihat aspek-aspek yang menjadi indikator kepuasan seperti : kesukaan dalam melaksanakan pekerjaan, kehadiran di tempat kerja, motivasi kerja, tanggung jawab, reaksi atas kebijakan, potensi destruktif, dan lain-lain.
10. Persepsi pegawai terhadap sistem imbalan yang diberlakukan meliputi: gaji pokok, tunjangan, insentif, uang lembur, hadiah, cuti, serta penghargaan yang diterima.
11. Persepsi pegawai terhadap gaya kepemimpinan dengan mengacu kepada tiga jenis gaya kepemimpinan yaitu : auto-kratik, partisipatif, dan bebas-kendali.
(Ramlan Ruvendi,2015)
Minggu, 22 November 2015
contoh laporan pertanggung jawaban simple - fiki & tri
No.
|
Hari/ Tanggal
|
Waktu
|
Kegiatan
|
Tempat
|
1.
|
Kamis, 08 Oktober 2015
|
12.30 – 13.30 WIB
|
Mimbar
|
Ruang WaRek
|
Secara teoritis emosi dokembangkan sejak Charles Darwin, dalam kehidupan sehari-hari emosi identik dengan rasa marah, perilaku agresif atau ungkapan perasaan yang meledak-ledak.
1. Emosi dapat memperkuat semangat. Apabila seseorang merasa puas dan senang atas hasil yang dicapai.
2. Emosi dapat melemahkan semangat. Apabila timbul rasa kecewa atas kegagalan.
3. Emosi dapat menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, ketika ada kegagalan. Ketegangan perasaan, misalnya gugup.
4. Emosi mengganggu penyesuaian sosial, misalnya iri hati dan cemburu.
5. Suasana emosional yang dialami masa kecil, akan mempengaruhi sikapnya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
Kecerdasan emosi (EQ) semakin perlu dicermati karena kehidupan manusia semakin komplek. Hal ini rupanya membawa dampak yang buruk terhadap kehidupan emosional seseorang. Hasil survey Daniel Goleman menunjukkan kecenderungan yang sama diseluruh dunia, bahwa generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosional dari pada generasi sebelumnya. Mereka lebih kesepian dan murung, lebih beringas dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup, mudah cemas, lebih meledak-ledak (impulsif dan regresif). Goleman juga menemukan bahwa banyak juga orang yang gagal dalam hidupnya bukan karena rendahnya kecerdasan intelektualnya, karena kurang memiliki kecerdasan emosional, sebaliknya sedikit orang yang berhasil dalam kehidupan meskipun IQ-nya rata-rata saja, tetapi kecerdasan emosionalnya tinggi.